Selasa, 29 Juni 2021

Belajar Setiap Saat

“Satu hari tidak belajar, itu salah. Tiga hari tidak belajar, itu kemunduran.
Biasakan setiap hari belajar sesuatu yang baru, demi kesuksesan hidup yang lebih bernilai.”

Pemikir dan negarawan besar asal Tiongkok, Konfusius yang hidup lebih dari 2500 tahun yang lalu, pada masa hidupnya selalu menekankan akan pentingnya sikap belajar bagi setiap manusia. Ia menganalogikan pentingnya belajar melalui kata-kata bijaknya yang populer dan masih relevan sampai hari ini. Bunyinya seperti ini:

学如逆水行舟, 不进则退
xue ru ni shui xing zhou, bu jin ze tui
Belajar adalah seperti sebuah perahu kecil yang  melawan arus, kalau tidak maju, berarti mundur.

Memang benar. Kalau kita mendayung sebuah perahu kecil  yang sedang melawan arus, berarti kita harus dengan sekuat tenaga untuk mengayuh dan mengayuh dayung agar perahu kita bisa bergerak maju. Kalau tidak, tentu perahu kecil kita akan terseret mundur oleh arus air yang deras. Ilustrasi tersebut sama persis dengan kehidupan kita sebagai manusia. Mulai dari kita lahir, tumbuh menjadi balita, anak-anak, remaja, dewasa dan menjadi tua. Sadar atau tidak, sebenarnya  proses belajar terus menerus berlangsung hingga kita meninggal dunia.

Kemajuan yang diciptakan oleh manusia diabad-abad lampau sampai penemuan penemuan di abad modern ini, semua tercipta karena proses belajar yang konsisten. Kita ambil contoh di bidang transportasi, ada penemuan sepeda, sepeda motor, mobil, kereta, dan pesawat terbang. Juga di bidang komunikasi, dari penemuan telepon putar, telepon digital, sampai telpon tanpa kabel atau handphone, hingga penemuan dan perkembangan komputer tercanggih saat ini.

Kemajuan apapun yang akan terjadi nanti, tidak mungkin lolos dari proses belajar, pasti dan pasti melewati kesadaran belajar dan belajar sebagai titik sentralnya.

Begitu pula saat kita menghadapi kesulitan dan kegagalan,  proses belajar juga  terjadi! Sebaliknya saat mengalami kemajuan, dan menginginkan lebih sukses lagi, tentu harus belajar dan belajar lagi! Jadi kondisi maju ataupun mundur kita harus siap untuk belajar terus. Selaras dengan pepatah dalam bahasa Inggris, ”Learning is never ending adventure”.  Belajar, seperti petualangan yang tidak pernah berakhir.

Mari, saat ini apapun kondisi kita, sikap mental belajar harus kita budayakan, kaya mental harus kita kembangkan. Ciptakan suasana belajar yang baik di rumah dengan keluarga, di kantor dengan teman-teman, atau dimanapun kita berada. Jangan lewatkan hari-hari kita begitu saja tanpa belajar. Hanya orang yang sadar akan pentingnya belajar dan belajar, maka kualitas kehidupannya pasti sukses dan bernilai!

Selamat belajar!
Yakin Hidup Sukses!!!

Mindset dan Cetak Biru

Mindset dan Cetak Biru

DR. MILTON H. ERICKSON, PENDIRI AMERICAN SOCIETY OF Clinical Hypnosis dan dikenal luas sebagai pakar hypnotherapy terkemuka dunia dengan bukunya yang juga sangat terkenal, "Patterns ofthe Hypnotic Techniques. " la banyak mengadopsi karya-karya besar Alfred Korzybsky, ahli semantik dari Yale University. Salah satu pendapat Korzybsky yang termasyhur adalah: "Bagaimana kita berpikir tentang sesuatu bakal berpengaruh pada bagaimana kita mengalaminya.

 Pada suatu siang, saat memberikan kuliah, Korzybsky tiba-tiba mengeluarkan sebungkus biskuit dan membagikannya kepada para mahasiswanya. Dengan senang hati para mahasiswa segera mengambil makanan itu dan mengunyahnya dengan lahap. Sang Profesor kcmudian menyobek bungkus biskuit bagian berwarnanya schingga kelihatan kertas bagian putihnya. Di sana terbaca dengan jelas scbuah tulisan, "BISKUIT UNTUK ANJING". Begitu membaca tulisan tersebut beberapa Inahasiswa serta merta merasa mual dan berlvarnburan keluar. Sambil meletakkan kedua telapak tangan di bawah mulut, mereka muntah -muntah di toilet. Dengan tenang sang Profesor berujar, "Ladies and Gentleman, saya baru saja menunjukkan, bahwa orang tidak hanya makan-makanan, tetapi juga kata-kata". Reaksi beberapa mahasiswa di atas menggambarkan persepsi yang ada dalam pikirannya. Seandainya tidak ada tulisan apa-apa dalam bungkusan itu, mereka akan nyaman-nyaman saja. Persepsi yang tergambar di otak kita sebagian besar tidaklah menggambarkan realitas yang sebenarnya. Tetapi, pada umumnya kita lebih memercayai persepsi kita daripada dunia nyatanya. Atau dengan kata Iain, kita terperangkap dalam persepsi sempit.

 Seandainya kita dapat mempersepsi atau menggambar peta realitas diri kita maupun dunia sekitar kita dcngan baik maka kita akan mendapatkan cara untuk mempermudah diri sendiri dalam memahami realitas hidup. Selain itu, kita mampu menjawab misteri, misalnya benarkah kita ditakdirkan selamanya harus bekerja keras untuk mendapat sejumlah uang? Apakah mereka yang bisa kaya hanyalah orang-orang tertentu saja dan bukan kita? Apakah kita dapat belajar atau meniru keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang-orang kaya itu? Kalau saya melakukan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang-orang kaya itu, apakah saya juga bisa menjadi kaya?
Jika kita dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas dengan benar dan penuh keyakinan maka kita mampu membuka tabir dan rahasia dari pikiran kita. Pikiran yang paling baik adalah yang mendekati kenyataan. Walaupun kita tidak dapat menggambarkannya seakurat mungkin dengan pikiran yang logis realitas kehidupan itu. Hal ini disebabkan penggambaran itu selalu dipengaruhi sudut pandang subjektif akibat pengalaman masa lalu kita. Struktur internal diri kita memberikan strategi dan alat untuk mendekatkan dan memahami kedua realitas itu, yaitu realitas dunia yang sesungguhnya dengan "jagad" yang ada di pikiran kita. 

 Struktur internal diri kita membedakan dunia menjadi dua, yaitu dunia nyata (realitas diri kita termasuk di dalamnya) yang berada di wilayah luar diri kita dan dunia atau "jagad" dalam pikiran atau persepsi kita sendiri (termasuk persepsi kita terhadap diri kita). Dunia nyata akan selalu berjalan apa adanya. Tetapi, umumnya kita mempersepsikan realitas yang terjadi di dunia nyata itu. Bukan apa yang sesungguhnya terjadi, melainkan sesuai dengan "realitas" yang ada dalam pikiran kita.
Ketika merasakan sesuatu yang buruk terjadi pada kita, sebenarnya bukan dunia nyatanya yang memburuk—bisa jadi sebagian besar orang merasakannya biasa-biasa saja—melainkan cara kita merepresentasikan dunia kita sendirilah yang memburuk. Orang dianggap  bermasalah", kalau peta internal di otaknya telah salah menafsirkan realitas dunia luar yang begitu kompleks atau memiliki persepsi yang sangat sempit untuk bisa melihat realitas yang mahaluas. Jadi, dengan tools tertentu disertai diagnosis terhadap pernyataan-pernyataan yang kita ucapkan, maka kita bisa keluar dari pola pikir sempit (mental block) kita.